
Hampir satu minggu ini saya tidak berpergian ke luar rumah. Buat saya yang senang beraktifitas di luar, socialize dengan teman-teman atau sekedar jalan-jalan sendiri di mall, jelas diam di rumah bukanlah hal yang mudah buat saya. Saya melakukannya karena ada ‘pekerjaan’ yang cukup mendesak dan harus segera diselesaikan. Bukan pekerjaan yang menghasilkan uang sih dan bukan juga pekerjaan yang berhubungan dengan kuliah saya. Bahkan karena dikejar deadline oleh ‘pekerjaan’ saya ini, saya meninggalkan TA saya tepat selama seminggu juga.
Jadi apa sebenarnya ‘pekerjaan’ itu. Sebuah proyek ulang tahun. Saya dan beberapa sahabat yang saya paksa untuk membantu, membuat sebuah majalah biografi untuk anak PA saya sebagai hadiah ulang tahunnya. Membuat majalah memang bukan hal yang mudah, meskipun saya punya sedikit pengalaman dalam membuatnya. Tetap saja menguras energi, waktu dan juga biaya. Belum lagi mengingat sulitnya menghubungi orang-orang untuk ikut menyumbang testimoni dan ucapan selamat ulang tahun pada anak PA saya itu.
Saya jadi ingat, beberapa bulan lalu, tepatnya bulan September saya dan beberapa sahabat juga mengerjakan sebuah proyek ulang tahun untuk sahabat kami. Waktu itu kami ingin memberikan sahabat kami gitar, yang tentu saja harganya tidak murah. Kami sampai harus mencari dana dengan berjualan baju bekas pagi-pagi buta, menggelar garage sale di rumah saya, berjualan makanan di gereja2, bahkan menghubungi beberapa orang untuk ikut menyumbang dana. Tidak ada yang membayar kami untuk proyek ini. Kami cape, jelas. Kami tidak dibayar, pasti. Tapi kami mengerjakannya dengan sepenuh hati. Saat itu kami hanya dibayar oleh rasa bahagia yang terpancar dari wajah sahabat kami itu, tapi semua rasa cape kami sudah terbayar lunas.
Malam ini, sesuatu terlintas dalam benak saya. Untuk apa saya melakukan ini semua? Pertanyaan ini sebenarnya muncul karena hari ini tiba2 ada masalah saat kami mengerjakan proyek ulang tahun berupa majalah itu. Masalah yang sederhana tapi cukup untuk merusak mood kami. Bahkan kalau dibiarkan mungkin bisa saja merusak hubungan kami.
Akhirnya saya kembali mempertanyakan, untuk apa saya melakukan ini semua? Kenapa saya mau cape2 mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada untungnya dengan jelas? Jawabannya hanya satu : kasih.
Jawaban yang sederhana tapi dapat menjawab semua pertanyaan yang muncul. Karena saya mengasihi anak PA saya, makanya saya mau melakukan ini semua. Karena sahabat saya mengasihi saya, makanya dia mau membantu saya ikutan mengerjakan proyek ini. Karena kasih baru dapat dikatakan sebagai kasih yang sesungguhnya ketika dia dinyatakan dalam perbuatan. Karena kasih adalah kebahagiaan ketika kita memberi dan bukan menerima.
Saya tidak tahu mengapa masalah kecil ini harus terjadi di antara kami. Saya juga tidak mengerti mengapa masih ada orang-orang di sekitar kami yang tidak menghargai usaha kami sekarang, (Karena dalam menyelesaikan proyek ini ada beberapa orang yang sikapnya tidak menghargai kami). Tapi saya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti mendatangkan kebaikan. Karena kasih juga sanggup menghapuskan segala kesalahan menjadi kebaikan.
Saya bersyukur untuk kasih yang selalu ada dan tetap hidup dalam hati saya hingga saat ini. Saya akan tetap menjaga kasih itu agar tidak pernah padam. dan saya tahu caranya hanyalah dengan terus membagikan kasih itu buat orang-orang di sekitar saya.