entah ada apa dengan hari ini, tepatnya dengan saya hari ini. Hari ini saya ada janji dengan dua orang dosen. Janjian dengan dosen yang pertama jam 8 pagi, dan dosen yang kedua jam 1 siang. Mengingat jarak rumah dan kampus saya butuh waktu satu jam sekali jalan, saya memutuskan untuk menunggu di kampus, ngadem di perpus sambil internetan rencananya. Makanya biarpun berat, saya bela2in bawa laptop jadul saya yang beratnya masih lumayan menguras keringat ini.
Tapi tahukan apa yang terjadi dengan skenario hidup saya hari ini. Pertama saya lupa bawa dompet, untungnya ada recehan di saku saya, jadi saya selamat dari caci maki supir angkot gara2 nggak sanggup bayar. Kedua, saya nggak bisa masuk perpus, karena buat masuk perpus saya butuh KTM dan KTM saya ada di dalam dompet yang tertinggal itu. Jadi sia2 dong saya berat2 bawa laptop???
Sebenernya nggak juga sih, saya masih bisa nongkrong di tempat lain, tapi ternyata batere laptop saya tinggal dikit dan saya nggak nemu stop contact satu pun. Next, entah ada apa dengan jaringan internet ini, daritadi failed terus.
Next, nasib mahasiswa angkatan atas yang harusnya sudah hengkang dari kapan taun, jadilah saya tidak menemukan satu pun teman yang saya kenal. Ada sih adik angkatan, tapi masa iya saya minjem duit sama mereka. Harga diri!!! (udah nggak bawa duit masih gengsi hehe..).
wow, what a day!!?? dan saya pun mati gaya, memanfaatkan batere laptop yang sisa dikit ini untuk mengusir kebosanan. Saya lanjutkan cerita saya nanti, dan semoga mendapatkan keajaiban ^^
Thursday, August 19, 2010
Monday, August 9, 2010
Friday, July 9, 2010
I'm back
hai readers!!!!
wuow, udah lumayan lama juga since my last post saya nggak posting di blog ini, saya juga udah kangen banget nulis di blog ini..ya ya I'm back smoga kesibukan dan kemalasan saya dimaafkan, dan masih ada yang mau berkunjung di blog saya ini..
wuow, udah lumayan lama juga since my last post saya nggak posting di blog ini, saya juga udah kangen banget nulis di blog ini..ya ya I'm back smoga kesibukan dan kemalasan saya dimaafkan, dan masih ada yang mau berkunjung di blog saya ini..
anyway, saya mau cerita sedikit soal what's going on in my life selama saya nggak blogging mania. Awalnya karena saya fokus dengan skripsi saya. Yeah sure, setelah 3 semester saya bergulat dengannya, saya memutuskan kali ini benar-benar fokus. fokus ini artinya puasa internet sebulan (that's why saya ga bisa nge-blog..ngeles hehe), cuti panjang dari pelayanan gereja, nggak mikirin apa-apa lagi selain skripsi. Hasilnya adalah dalam waktu 2 bulan saya bisa menyelesaikan skripsi saya mulai dari tryout, pengambilan data, bab 4-bab5..spectakular. The power of focus, right??
and thanks God, tanggal sidang saya keluar juga : 13 Juli 2010, bakalan jadi hari bersejarah buat saya, karena saya akan resmi menyandang gelar mantan mahasiswa.
Wish me luck ya guys..
anyway, selama masa2 fokus saya itu, saya sempat hijrah sebentar ke daerah garut lebih tepatnya ke santolo beach. Di sana saya menyepi, bersemedi, berharap menemukan insight, dan menemukan kembali makna hidup (baca : liburan sih sebenernya hehe). So here the photo, hope you like it!!!
and thanks God, tanggal sidang saya keluar juga : 13 Juli 2010, bakalan jadi hari bersejarah buat saya, karena saya akan resmi menyandang gelar mantan mahasiswa.
Wish me luck ya guys..
anyway, selama masa2 fokus saya itu, saya sempat hijrah sebentar ke daerah garut lebih tepatnya ke santolo beach. Di sana saya menyepi, bersemedi, berharap menemukan insight, dan menemukan kembali makna hidup (baca : liburan sih sebenernya hehe). So here the photo, hope you like it!!!
Labels:
thought and personal life
Thursday, April 15, 2010
She's my best friend (part II)
Ada yang bilang seorang sahabat yang baik itu akan bahagia ketika melihat sahabatnya bahagia. Awalnya saya meyakini itu, tapi setelah mengalaminya sendiri ternyata susah juga, dan saya memang masih harus banyak belajar (maap sobat, tapi saya bakalan terus belajar kok )
Saya bersahabat dengan Ikong, nama aslinya sih Hernika, dan dia selalu minta orang2 memanggilnya Heren, meskipun ujung-ujungnya lebih banyak yang manggil dia Ika, dan panggilan sayang saya buat dia adalah ikong. Ok, back to the topic, saya bersahabat dengan ikong sudah hampir 7 tahun, sejak SMA. Waktu yang lumayan fantastis untuk sebuah persahabatan bukan? Kalau mau diceritakan kembali tentang awal persahabatan kami, saya juga sebenarnya bingung menceritakannya darimana, karena jujur saya juga lupa sebenarnya gimana kami bisa dekat. Justru yang saya ingat, saya dulu sebel banget sama yang namanya Ikong ini. Biasalah, jaman2 SMA waktu kita mulai nge gank sana-sini, Ikong malah lebih banyak menyendiri dan lebih banyak gaul sama senior. Belum lagi dia yang rada2 jutek gimana gitu, bikin aura nya nggak enak buat saya. Saya yang waktu itu masih punya instink gosip cukup tinggi (sampai sekarang masih ada sebenernya, tapi sudah di jalur yang benar dengan alasan untuk memperdalam ilmu psikologi saya hehe..), kadang suka iseng ngomongin Ikong sama temen2 yang lain.
Tapi sepertinya ini karma buat saya, and thanks God its being a good carma for me, Ikong malah jadi sahabat terbaik saya (selain sahabat saya yang satunya lagi, plie ). Kami tidak hanya berbagi suka dan duka, standar kan biasanya dalam hubungan persahabatan ya berbagi suka dan duka, tapi kami juga berbagi hidup. Kami berbagi mimpi2 kami, berbagi gosip (teuteup), berbagi kemarahan, bahkan berbagi sisi tergelap dari diri kami.
Ini foto saya dan Ikong,waktu hiking bareng
temen2 gereja ke puntang
formasi lengkap : Saya, Ikong dan Plie..
Ikong orangnya cukup ambisius, hampir sama seperti saya. Setiap kali kami berbagi mimpi2 kami, baik saya maupun Ikong pasti akan sama2 excited dan saya akui langsung memotivasi diri saya untuk segera mewujudkan mimpi2 itu.
Meskipun kadang saya berpikir kalau mimpi2 kami tercapai, besar kemungkinan saya dan Ikong akhirnya akan terpisah ruang dan waktu (halah, mulai mellow hehe..). Kalau mimpi2 kami itu tercapai pasti akan banyak hal yang berubah dan pastinya akan mempengaruhi hubungan kami. Saya tidak bilang akan berpengaruh buruk, tapi minimal akan berpengaruh pada kuantitas pertemuan kami, pada waktu2 yang semakin sempit bagi kami untuk kami habiskan bersama. But everythings will be change, right? dan siap tidak siap saya akan menghadapinya.
Hari ini Ikong mengabari saya bahwa salah satu mimpinya tercapai. Bekerja di Jakarta, di sebuah perusahaan multinasional, setelah beberapa waktu ini isi curhatan dia selalu sama. Bingung karena hampir satu tahun setelah dia lulus kuliah, dia belum juga mendapatkan pekerjaan. Setelah dia bilang sudah berada di ambang batas kesabarannya, setelah dia berada di titik jenuh yang sangat tinggi, dan akhirnya semua kegundahannya itu terjawab.
Saya bahagia, jelas. Setelah selama ini juga saya berusaha mendukungnya sebisa saya. Saya juga ikut senang atas keberhasilan yang sahabat saya alami. Tapi saya juga tidak bisa bohong, di sisi lain saya malah sedih. Oke, bilanglah saya jahat. Tapi beneran saya hari ini lagi mellow banget kalau inget Ikong bakalan pergi dari Bandung tercinta ini. Iya sih Jakarta dan Bandung jaraknya cuma 2,5 jam yang bisa ditempuh setiap hari malah kalau mau. Kita bahkan masih bisa ketemu tiap akhir minggu.
Saya tahu ke-mellow-an saya ini dikarenakan karena ketidaksiapan saya dengan perubahan yang akan terjadi. Tapi balik lagi siap tidak siap, saya, Ikong, dan siapa pun harus menghadapinya. Dan hari ini, detik ini saya sedang mengalami pembelajaran baru dalam kehidupan saya dan juga pembelajaran baru dalam kehidupan persahabatan kami.
Sekarang saya mau belajar untuk menjadi sahabat yang lebih baik lagi, walaupun susah tapi beneran saya mau belajar, untuk ikut bahagia atas keberhasilan sahabat saya (beneran ini juga, saya beneran seneng Ikong bisa keterima kerja di Jakarta). Saya mau belajar untuk lebih siap lagi menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dan yang pasti, saya juga jadi belajar bersyukur Tuhan telah memberikan saya seorang sahabat yang hebat seperti Ikong.
Congratz ya kong, take care your self di kota metropolis sana, kejar terus panggilanmu yang tertinggi.
Tha
150410..9 p.m.
Labels:
thought and personal life
Thursday, April 1, 2010
Antara Idealisme dan Realitas

Kemarin saya chat dengan sahabat saya dan tercetuslah topik ini (kesannya kurang kerjaan amat di chatting omongannya kaya gini). Dimulai dari curhatan sahabat saya soal pekerjaannya. Let me describe what was my friend look like..Sahabat saya ini seorang seniman muda, yang pekerjaan sehari-harinya berkarya membuat desain-desain grafis baik itu untuk logo perusahaan, pamflet2, desain kaos, dll. Sebagai seniman tentunya dia punya ciri khas sendiri, punya cara kerjanya sendiri, dan punya pemikirannya sendiri atau yang biasa kita sebut idealisme. Sayangnya Idealismenya berbenturan dengan realitas yang ada, karena saat ini dia terjebak bekerja di sebuah kantor yang katanya kurang bisa menghargai karyanya dan tidak mengerti profesinya sebagai seorang desainer. Dia seringkali merasa hanya diperlakukan seenaknya sebagai kuli yang disuruh ini-itu, termasuk men-download karya yang sudah ada di internet hanya untuk mengejar deadline. Padahal kita tentu tahu bahwa hal ini adalah hal yang paling tabu bagi seorang seniman. Apa daya, realitas memaksanya bertahan karena toh di kantornya itulah dia bisa mencari makan.
Saya juga mengalami hal yang sama. Saya memang tidak berprofesi sebagai seniman seperti sahabat saya itu (kecuali kalau menulis juga bisa dibilang karya seni, maka saya bisa dengan bangga menyebut diri saya seniman ^^). Saya suka menulis hal-hal yang sesuai dengan idealisme saya, kritikan-kritikan tentang kondisi negeri ini, atau pandangan-pandangan saya tentang organisasi tertentu, bahkan opini-opini sederhana saya tentang cinta dan kehidupan. Tapi saya tidak bisa mempublikasikannya secara bebas karena besar kemungkinan kurang dapat diterima oleh banyak orang. Mending kalau hanya menimbulkan pro dan kontra, kalau ujung2nya saya bernasib sama seperti Prita Mulyasari, kan ngeri juga. Pada akhirnya idealisme saya itu sedikit saya turunkan, minimal mendekati realitas lah.
Skripsi adalah salah satu bentuk idealisme saya. Beberapa orang teman pernah bilang “Come on mit, get real lah. Skripsi tuh yang biasa2 aja, yang penting cepet lulus.” Tapi kali ini saya tetap bertahan dengan idealisme saya. Saya memang sudah resmi terdaftar sebagai anggota ‘mahasiswa swasta yang telat diwisuda’ tapi toh saya bisa maju juga dengan skripsi saya. Malahan teman2 saya yang memaksa get real itu nasibnya tidak jauh beda dengan saya a.k.a belum lulus juga. Contoh lainnya soal kehidupan pelayanan saya. Waktu itu ada rekan sepelayanan saya yang bilang saya tinggal satu2nya mahasiswa di angkatan saya yang belum lulus. Katanya saya tidak fokus dengan studi dan terlalu asyik pelayanan. Bahkan parahnya dia bilang saya bisa menjadi batu sandungan. Rasanya saat itu saya hanya ingin bilang “Hei tahu apa kamu soal hidup saya? Mind your own bussiness, key!” Thanks God, saat itu kesabaran saya sedang full in charge.
Masih banyak sebenarnya idealisme saya yang berbenturan dengan realitas. Kadang hal ini membuat saya bungkam dan akhirnya seperti robot yang diatur-atur dengan alasan nggak enak-lah atau nggak sopan-lah. Tapi ada kalanya idealisme harus disuarakan. I mean, selama saya tahu saya tetap berada di track yang benar, berpegang pada satu-satunya kebenaran yang saya percaya (my holly bible, of course), tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak mengucapkan saksi dusta (halah!?), kenapa harus diam. So what apa kata orang. It’s my life, not yours.
Well, kalau lagi2 kita dihadapkan pada idealisme dan realitas, tidak ada salahnya menyuarakan idealisme kita. Tapi jangan lupa untuk sesekali menurunkan idealisme itu, minimal tidak terlalu jauh dengan realitas dan akhirnya menemukan jalan tengah yang terbaik.
Tha
010410..3 p.m.
Labels:
thought and personal life
Wednesday, March 24, 2010
Cara Tuhan Menghibur Kita

Pernahkah kita merasa sangat sedih sampai menangis pun rasanya tak sanggup?
Pernahkan kita merasa sangat marah, tapi tidak bisa melampiaskannya?
Pernahkan kita merasa sangat kesal, tapi tidak tahu penyebabnya apa?
Segala sesuatu tampak menjadi buruk, sepertinya tidak ada harapan, dan tidak ada jalan keluar. Kadang kita tidak butuh apa-apa, sedikit penghiburan saja sudah cukup setidaknya membuat mood kita kembali membaik dan membuat kita sedikit tersenyum.
Lalu secara tiba-tiba langit yang tadinya hujan menjadi cerah
tiba-tiba seseorang yang sudah lama tidak kita temui, menghubungi kita
tiba-tiba di meja terhidang makanan kesukaan kita, tanpa kita minta
Itulah cara Tuhan menghibur kita, cara yang sederhana tapi berhasil membuat kita tersenyum.
Berhasil membuat kita kembali memiliki kekuatan.
Beberapa waktu yang lalu, saya dibuat kesal sekesal-kesalnya oleh oma saya.
Oma saya ini umurnya sudah 75 tahun, agak bawel sedikit (maaf ya oma ^^v), model ibu-ibu jaman dulu yang cukup perfeksionis dan tidak suka melihat anak muda jaman sekarang yang serba praktis dan last minute. Pada intinya kami cukup sering beda pendapat dan beda sikap yang sering diakhiri kekesalan di hati saya. (jelas di hati karna saya tidak pernah cukup tega mengungkapkannya dan pada akhirnya memang selalu saya yang mengalah). Hari itu, entah apa yang memicu pertengkaran kami, mungkin ditambah mood saya yang sedang nggak bagus, intinya saya sangat kesal dengan oma dan saya memilih untuk pergi.
Di perjalanan ternyata saya se-angkot dengan guru saya sewaktu SMA. Ingatan saya memang sedikit buruk, awalnya saya nggak menyadari beliau adalah guru saya kalau saja bukan dia yang menyapa duluan. Akhirnya sepanjang perjalanan itu kami ngobrol banyak. Saya cukup merasa terharu karena ternyata beliau mengingat saya dengan sangat jelas, sekaligus merasa bersalah karena saya lupa siapa nama guru saya itu. Tiba-tiba perasaan saya menghangat. Senang rasanya diingat oleh guru yang punya banyak murid dan sangat mungkin lupa pada murid-muridnya, apalagi saya yang notabene tergolong biasa-biasa saja sewaktu SMA. Perasaan saya juga kembali menghangat ketika mendengar doa yang diucapkan spontan oleh guru saya itu, supaya saya cepat lulus, cepat mendapat pekerjaan, bahkan sampai didoakan supaya saya cepat menikah dan tidak lupa mengundang guru saya itu hehe..
Akhirnya saya memutuskan untuk ngopi-ngopi di starbucks (maklumlah kan tadi saya pergi memang tanpa tujuan). Segelas Greentea Frapucino biasanya selalu sukses bikin mood saya membaik. Saya memilih tempat di pojok, di sofa yang besar dan nyaman dan membuat saya betah berlama-lama di sana. Tepat di depan saya duduk, ada seorang laki-laki seumuran saya dan anak kecil perempuan yang saya duga adiknya. Mereka cukup menarik perhatian saya karena selain anak kecil itu yang cerewet banget, si kakak kelihatannya care banget sama adiknya itu. Nggak lama kemudian bergabung sepasang suami istri dan seorang wanita yang sudah agak tua, yang saya tebak pasti orang tua mereka dan neneknya.
Perasaan saya kembali menghangat. Bukan karena Greentea frapucino yang saya minum tapi karena melihat keluarga itu. Saya melihat si anak kecil bertingkah manja dan duduk di pangkuan ayahnya, sesekali juga saya melihat si ibu mengacak-acak kepala anak laki-lakinya, sesekali mereka juga tertawa karena candaan si nenek. Perasaan saya menghangat seolah tertulari kehangatan dari keluarga itu.
Entah karena saya yang keliatan banget sedang memperhatikan mereka atau karena mereka kasihan melihat saya autis sendiri, si Ibu tersenyum pada saya. Saya balas tersenyum yang disambut ajakan si nenek untuk gabung dengan mereka. Jelas saja saya menolak, tapi mungkin memang sudah kodratnya nenek-nenek itu tercipta menjadi bawel, nenek itu tetap saja mengajak saya ngobrol.
Perasaan saya semakin hangat, kekesalah saya tadi pagi sudah menguap tanpa sisa. Bahkan saya sudah lupa rasanya mood saya yang jelek tadi pagi. Bahkan lebih dari sekedar perasaan yang menghangat, saya tiba-tiba merasa senang. Sederhana memang, hanya karena saya bertemu dengan guru saya, hanya karena saya bertemu dengan keluarga yang begitu menyenangkan, hanya karena akhirnya saya punya teman ngopi bareng.
Saya pikir itulah cara Tuhan menghibur kita. Bukan dengan hal-hal yang besar, hal-hal yang harus terlihat ajaib, tapi dengan hal-hal yang sederhana Dia membuat hati kita menghangat. Kembali merasakan sukacita, kembali merasakan kasih yang pada akhirnya membuat kita bisa tersenyum kembali. Apa pun yang kita alami saat ini, mungkin jauh lebih berat dari sekedar seorang nenek yang selalu bawel setiap hari, tapi percayalah Tuhan selalu punya cara untuk menghibur kita.
Saya akhirnya pulang dengan perasaan hangat dan sukacita yang luar biasa. Saya kembali ke rumah, kembali mendengar oma bawel karena saya belum makan, tapi entah kenapa belum pernah saya merasa sebahagia itu dicerewetin sama oma, belum pernah saya merasa sebahagia itu karena masih memiliki oma yang begitu care sama cucunya.
Tha
200310...8 p.m.
Labels:
thought and personal life
Monday, February 1, 2010
Awas Angkot (terinspirasi dari lagi The Cangchuters, dengan judul yang sama)

Saya tinggal di daerah kopo, kuliah di daerah surya sumantri, tidak memiliki kendaraan pribadi apalagi supir pribadi (kecuali sesekali sang bokap yang bersedia mengantar-jemput, itu juga kalau mood antar-jemputnya sedang baik ^^). So, otomatis saya sangat akrab dengan kendaraan umum a.k.a angkot.
Saking seringnya saya naik angkot, saya memiliki banyak pengalaman dan cerita dengan angkot. Mulai dari pengalaman konyol seperti lupa bawa dompet dan terpaksa nggak tahu malu karena harus memohon sama supir angkot untuk nggak bayar, pengalaman annoying seperti harus satu angkot sama anak2 ABG yang ributnya ga ketulungan, pengalaman menyeramkan karena seangkot sama gerombolan pencopet yang untungnya gagal dalam menjalankan aksi mereka, sampai pengalaman yang sempet bikin trauma karena bisa satu angkot sama seorang exhibitionist (salah satu sexual disorder, dimana individu suka mempertontonkan alat kelaminnya untuk mencapai kepuasan sexual).
Selain pengalaman2 itu, seringnya naik angkot juga membawa saya cukup ‘akrab’ dengan supir2 angkot. Tentu saja 4 tahun pulang-pergi dengan rute dan jadwal yang hampir sama membawa saya sedikitnya hapal dengan muka2 mereka.
Saya berusaha memahami sikap ‘menyebalkan’ dari supir2 angkot ini. Ok, saya ceritakan saja sedikit kekesalan saya pada mereka. Mengendarai angkotnya ugal2an, hampir semua supir angkot begitu. Diturunkan di sembarang tempat dengan alasan jalan macet atau penumpang sepi. Ini yang paling sering saya alami dan please deh, itu kan memang sudah resiko pekerjaan mereka, jadi harusnya jangan rugikan penumpang kan. Kalau saya bayar kurang diteriakin seakan saya maling jemuran, giliran saya bayar lebih kadang supir angkot itu ngeloyor pergi tanpa ngasih kembalian.
Memang sih tidak sedikit juga supir2 angkot yang baik dan berdedikasi pada pekerjaan mereka. Waktu itu di bulan puasa, seperti biasa jalanan macet saat menjelang buka. Saya tinggal sendiri di angkot. Awalnya sudah pasrah kalo akhirnya harus diturunkan di tengah jalan. Tapi supir angkot itu tetap setia mengantar saya ke tempat tujuan meskipun beliau harus berbuka hanya dengan segelas air.

Tanpa bermaksud meng- under estimate profesi tertentu, sebanarnya saya cukup prihatin dengan profesi supir angkot ini. Saya mulai menyadari sikap mereka yang menyebalkan juga dikarenakan penumpang yang semakin berkurang, terang saja semakin mudahnya melakukan kredit motor membuat hampir sebagian besar orang memilih menggunakan motor yang aksesnya lebih cepat dan murah, jalanan yang semakin padat terutama saat weekend, saingan angkot lainnya yang jumlahnya masih banyak, dan setoran yang cukup tinggi. Sementara tuntutan ekonomi juga semakin mencekik. Pada akhirnya tekanan2 yang dialami supir angkot itu dilampiaskan pada penumpang.
Sayang sekali pemerintah kurang peka terhadap hal ini. Akhirnya masyarakat juga kan yang dirugikan? Yah, walaupun begitu saya tetap setia memilih angkot sebagai kendaraan yang mengantar saya ke mana-mana, kecuali nanti punya mobil pribadi atau supir pribadi atau bahkan pacar pribadi ^^.
Tha
010210...11 a.m.
Labels:
thought and personal life
Wednesday, January 27, 2010
I'm not an angel

Salah seorang teman pernah bertanya pada saya, “Bagaimana caranya saya bisa dengan mudah memaafkan seseorang?” Singkat cerita seperti ini, teman saya itu pernah sangat dikecewakan seseorang yang dia panggil sahabat. Notabene orang itu dulu pernah saya panggil sahabat juga.
Saya juga pernah berbagi banyak hal dengan orang itu, pernah yakin bahwa dia adalah orang yang paling bisa saya percaya. Walau akhirnya kami berdua kecewa, karena ternyata kami memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi pada dia.
Yang berbeda dari kami adalah saya memaafkan terlebih dulu. Sementara teman saya itu hingga saat ini masih menyimpan rasa kecewanya, bahkan hal ini berdampak cukup besar buat dia. Mulai dari membuat mood nya naik turun, skripsi agak terganggu (sangat terganggu malah), sampai dia merasa dirinya yang salah dan menjadi lebih sulit untuk memaafkan dirinya.
Waktu akhirnya saya berpikir apa yang bisa membuat saya bisa lebih mudah memaafkan, jujur saya juga tidak terlalu tahu dengan pasti alasannya. Saya kecewa, iya. Saya merasa dibohongi, iya. Karena sudah sejak lama juga saya tahu bahwa banyak ketidakjujuran dari orang itu. Saya kesal,itu juga iya, terutama karena dia bisa masuk begitu dalam ke kehidupan pribadi saya tapi saya sama sekali tidak tahu banyak tentang dia. Saya bingung, itu apalagi. Karena akhirnya saya bingung, sebenarnya saya dianggap sebagai apa oleh dia.
Tapi toh akhirnya, saya berani untuk memaafkan terlebih dulu. Bahkan lebih dari sekedar memaafkan, saya juga tetap mengulurkan tangan saya waktu dia minta bantuan, menyediakan telinga saya untuk mendengarkan ceritanya lagi. Meskipun sedikit membatasi diri untuk tidak terlalu membagi hidup saya lagi dengannya.
Teman2 saya yang lain bilang saya terlalu naif, mungkin ada yang bilang saya bodoh karena masih bersikap baik pada orang yang jelas2 jahat sama saya. Mereka juga bilang bahwa saya bisa saja akan kembali kecewa bahkan bisa lebih parah.
Saya cuma mau bilang teman, saya ini bukan malaikat. Saya juga pernah merasa sakit hati, merasa kecewa, merasa bodoh karena menganggap orang itu sahabat. Tapi saya akhirnya memilih untuk memaafkan. Satu yang saya pelajari bahwa memaafkan adalah pilihan. Memaafkan bukan kewajiban, bukan tuntutan tapi sebuah pilihan. Dan kalau orang tanya bagaimana saya bisa dengan mudah memaafkan, saya akan jawab bahwa hal itu bukanlah hal yang mudah. Saya tetaplah bukan malaikat. Tapi saya belajar dari pribadi yang memberikan teladannya langsung tentang memaafkan.
Ya, saya belajar dari Bapa saya di surga. Saya juga mengalami pengampunan yang tanpa syarat. Saya mengalami kasihNya bahkan sebelum saya mengenal Dia. Saya tetap dipercaya olehNya meskipun saya seringkali mengecewakan Dia. Dan yang paling hebat yang saya alami, Dia bahkan mau mati buat saya tanpa saya minta.
Kalau Dia saja bisa melakukan hal2 hebat itu, kenapa saya tidak? Saya kan anakNya. Saya bukanlah malaikat yang bisa baik banget sama semua orang, saya hanyalah seorang anak yang mau belajar menjadi serupa seperti Bapanya. Dan entahlah, pada akhirnya pengampunan itu bisa dengan mudah saya berikan.
So, kalau ada yang tanya, bagaimana saya bisa dengan mudah memaafkan, jawabannya sederhana, karena saya belajar langsung dari Bapa saya.
Tha
240110...11 p.m.
Labels:
thought and personal life
Subscribe to:
Posts (Atom)