Wednesday, December 23, 2015

Movie Review : Negeri Van Oranje






Definisi film bagus menurut kamu apa? Ada yang bilang film yang ceritanya menginspirasi. Nggak juga, kita kan nonton film bukan nonton seminar motivasi. Ada lagi yang bilang film dengan teknik sinematografi yang keren. Nggak selalu, teknik bagus tapi kalau alur ceritanya berantakan gimana. Selain itu ada yang bilang film bagus itu film yang endingnya nggak ketebak. Menurut saya sih nggak selamanya film dengan ending yang nggak ketebak itu masuk kategori film bagus. Kadang film-film dengan ending yang ketebak pun bisa jadi film bagus ketika dikemas dengan menarik.

Jadi film bagus itu film yang seperti apa? Buat saya pribadi sih jawabannya sederhana. Film bagus itu film yang bikin saya puas dan happy setelah nonton. Dan hari ini saya baru saja nonton lagi salah satu film bagus hasil karya dalam negeri. Negeri Van Oranje, karya sutradara Endri Pelita ini diangkat dari novel best seller dengan judul yang sama. Film ini bercerita tentang lima orang mahasiswa asal Indonesia  yang sedang mengenyam pendidikan S2 di Belanda. Mereka adalah Lintang (Tatjana Saphira), Wicak (Abimana Aryasatya), Geri (Chicco Jerikho), Banjar (Arifin Putra), dan Daus (Ge Pamungkas). Suka duka mereka selama di Belanda, cerita persahabatan, cinta dan konflik pribadi dikemas dengan sangat apik di film ini.

Alur ceritanya yang rapi dan chemistry yang kuat di antara pemainnya membuat saya feel in banget selama nonton film ini. Sepanjang film saya dibawa untuk selalu tersenyum menikmati kisah persahabatan lima pemainnya. Untuk kisah cintanya pun jauh dari kesan lebay dan over romantic. Dan yang pasti selama nonton mata saya dimanjakan dengan keindahan negeri Belanda, yang akan menambah bucket list travelling destination saya.

Buat kamu yang sekarang sudah mulai libur, film ini bisa jadi pilihan yang tepat untuk menemani liburan kamu. Saya sendiri sih nggak nyesel lebih milih film ini dibanding star wars yang juga sekarang sedang tayang. Dan pastinya saya happy banget karena jadi salah satu penonton pertama yang nonton film ini di hari pertama rilisnya. So, tunggu apa lagi? Desain posternya yang kece dan eye catching udah manggil-manggil untuk kamu tonton. Happy watching happy people.

Tha..231215..10 p.m.


Friday, December 18, 2015

Its Christmas Time




Yaayy..christmas is coming..
Saya selalu suka bulan Desember. Saya suka suasananya, suka cuacanya yang mulai sejuk-sejuk dingin karena hujan, suka juga karena ‘aroma natal’ yang tercium di mana-mana. Dan apa yang paling saya suka dari bulan Desember? Karena bulan ini saya bisa pasang pohon natal dan mendekor rumah.

Dulu waktu mama masih ada, saya pasti pasang pohon natal berdua dengan mama. Menghias pohon natal kecil kami dan mendekor rumah dengan berbagai pernak-pernik natal adalah priceless moment saya setiap natal yang akan selalu saya ingat sampai sekarang. Setelah mama nggak ada, saya sempat berpikir, ‘nanti saya pasang pohon natal dengan siapa?’ Rasanya pasti berbeda karena harus menghias pohon natal sendiri. Nggak ada lagi yang rebutan pasang bintang di puncak pohon natal nanti. Mungkin saya nggak akan lagi mengalami priceless moment itu.

Well, ternyata nggak juga..
Saya sekarang pasang pohon natal dengan tante saya, oma, dan kadang sepupu-sepupu saya juga sering datang untuk ikutan. Pernah juga saya mendekor rumah dengan sahabat-sahabat saya. Dan hari ini, ketika saya kembali pasang pohon natal untuk kesekian kalinya, saya menyadari saya tidak pernah pasang pohon natal sendirian. Puji Tuhan juga tidak merayakan natal sendirian.


my christmas tree :)
Mungkin memang benar quote yang pernah saya baca, “We never really lose something, its just being replaced."

Its christmas time.. selamat merayakan natal buat kamu semua, selamat merayakannya bersama orang-orang yang kamu sayang, dan jangan lupa bahagia.


hasil karya si tante yang pengen dipajang



Tha..181215..9 p.m.


Tuesday, October 27, 2015

Hidup dengan Rasa Syukur






Siang tadi salah seorang teman datang ke kantor saya. “Enak ya kerja lo sekarang, gajinya gede, kerja nggak ada beban, nggak pernah lembur.” Saya hanya tersenyum dan malas menanggapi. Teman saya kayanya belum puas dan malah melanjutkan lagi, “Apalagi lo cewek, masih single jadi nggak pusing mikirin biaya ini itu, lo juga banyak kenalan orang-orang penting di kantor yang bisa bantuin lo. Nggak kaya gue, udah mentok, umur udah segini, udah kawin pusing mikirin anak, gaji juga segitu-gitu aja.”

Saya hanya bisa mengerutkan dahi, nggak menyangka dia bisa berpikiran seperti itu. Puji Tuhan kalau di mata dia saya happy, nggak ada beban, dan dianggap beruntung. And yes, I’m agree with him, I’m Happy with my life.  

Tapi dia nggak tahu aja tekanan yang saya hadapi di posisi saya yang baru sekarang yang sudah beberapa kali membuat saya hampir menyerah. Dia nggak tahu aja saya juga sering jenuh dengan pekerjaan, cape mengikuti aturan kantor yang nggak  jelas ujungnya. Saya juga kadang suka mengeluh dan envy dengan kehidupan orang lain yang sepertinya lebih ‘baik’ dari saya. Itu adalah hal yang manusiawi. Ketika akhirnya saya menyadari, saat di mana saya merasa ‘hidup saya kok gini-gini aja, sementara dia kok seru amat’ atau merasa ‘dia kok hoki banget, lancar-lancar aja hidupnya sementara kok gue nggak’, saat itu saya sedang tidak bersyukur.

Di saat saya merasa envy dengan kehidupan orang lain yang saya pikir ‘lebih beruntung’ ternyata ada orang lain yang justru envy sama saya dan bahkan mungkin ingin bertukar posisi dengan saya. Masalahnya seringkali kita menilai kebahagiaan dari apa yang belum kita miliki. Saya pasti lebih happy kalau saya punya mobil, punya rumah, punya karir yang mapan, dan lain-lain. Padahal kebahagiaan seharusnya dinilai dari apa yang kita miliki saat ini.

Kita punya pekerjaan, sesulit apa pun berbahagialah untuk itu, karena di luar sana masih banyak mereka yang berjuang mencari kerja. Kita punya keluarga, semenyebalkan apa pun, berbahagialah karena kita tidak sendirian. Dan kalau saya harus tuliskan satu per satu, rasanya ada begitu banyak hal yang saya miliki yang dapat membuat saya bahagia.

Kuncinya adalah menjalani hidup dengan rasa syukur. Melihat kehidupan orang lain nggak akan ada ujungnya, sampai kapan pun rumput tetangga akan selalu lebih hijau kan? Jadi kapan mau berbahagia kalau selalu melihat apa yang belum kita miliki? Mending berbahagia dengan apa yang ada pada kita sekarang.

Dan untuk teman saya tadi, saya juga berbahagia bisa mengenal dia, karena justru dari orang seperti dialah saya belajar lebih banyak bersyukur dalam menjalani hidup. Dan untuk kamu semua, jangan lupa bahagia ya ^^

Tha..27102K15..10 p.m.


Friday, March 20, 2015

Lombok..a Piece of Heaven (Part II)



Hari kedua saya di Lombok. Rencananya hari ini kami akan mengunjungi pink beach, pasir gosong, dan menginap di daerah senggigi. FYI, selama perjalanan kami 4 hari di Lombok, kami 4 kali juga berpindah hotel. Ceritanya sih supaya tidak terlalu menghabiskan banyak waktu di jalan.

Perjalanan menuju pink Beach awalnya kami akan tempuh menggunakan jalur darat. Tapi Pak Suut, supir yang mengantarkan kami waktu itu bilang akan lebih seru kalau sewa kapal. Selain jarak tempuhnya jadi lebih dekat, kami  juga bisa mengunjungi pulau-pulau kecil yang lain.

pemandangan kaya gini yang kami lihat sepanjang jalan menuju pink beach :)

Pak Suut mengantar kami hingga tanjung Luar. Di sana sudah banyak nelayan-nelayan yang menyewakan kapal mereka. Kami menyewa kapal seharga 600 ribu dan itu bisa kami gunakan sepuasnya.

Baru sekitar 10 menit kami naik kapal, Bapak perahu/ beli perahu (saya lupa menanyakan namanya, padahal beli ini baik dan ramah banget) menunjukkan tempat yang keren banget. Namanya pasir panjang, berupa hamparan pasir di tengah laut. Kata beli perahu, kami beruntung bisa menemukan pasir panjang, karena katanya kalau laut sedang pasang, pasir panjang akan tertutup air dan nggak akan kelihatan sama sekali. Sementara kalau surut seperti sekarang ini, kita bisa turun, lari-lari di pasir tengah laut yang panjangnya bisa mencapai 1 km. Di pasir panjang kita bisa foto-foto dan main air. Thanks to Beli perahu yang total banget fotoin kita sampai turun-turun ke laut.

buat ambil foto ini, beli perahu sampai rela berendem setengah badan. thanks beli :)

Beli perahu juga sempat menghentikan perahunya sewaktu kami melihat bintang laut. Ada banyak bintang laut dan kami sempat ambil beberapa buat difoto. Lagi-lagi makasih ya beli yang udah mau repot nyebur buat ambil bintang lautnya.




Finally, kami sampai di pink beach. Fyi, pink beach ini bukan pink beach Pulau Komodo yang sudah terkenal itu, tapi Lombok juga punya pink beach sendiri, atau yang biasa disebut juga pantai Tangsi. Warna pink pasirnya berasal dari serpihan kerang berwarna merah yang kalau kena air laut dan sinar matahari jadi berwarna pink pucat. Kami datangnya agak kesiangan sih, jadi pinknya tidak terlalu jelas. Kata beli perahu, pantai pink beach paling bagus dilihat sekitar jam 7-9 pagi.



Di pantai ini kita bisa duduk-duduk di tebing dan melihat pemandangan laut dari atas yang oh sooo breathtaking. Tuhan pasti sedang tersenyum waktu menciptakan pink beach. Di sekitar pink beach juga banyak pulau-pulau kecil tidak kalah indahnya. Penduduk sekitar menyebutnya pink beach 1, pink beach 2 (udah kaya sinetron aja), dan tanjung pink.

its pink beach :)

Kami pulang sekitar jam dua siang dan sudah ditunggu Pak Suut di pelabuhan tanjung Luar. Dari sana kami makan siang dan melanjutkan perjalanan menuju Senggigi. Kami check in di hotel bumi aditya Senggigi. Well, bisa dibilang Senggigi cukup terkenal di Lombok, tapi jujur pantainya biasa saja dan sayangnya agak kotor. Di sekitar pantai terlalu banyak yang menjual makanan dan sampah-sampahnya dibiarkan begitu saja. Sedih banget liatnya.

Karena tidak terlalu banyak yang bisa kami lakukan di Senggigi, akhirnya kami pulang ke hotel, istirahat dan menyiapkan energi untuk besok menjelajahi gili trawangan, meno, dan air.







(Catatan perjalanan kami di Lombok dilanjutkan di part III yaa ^^)


Notes : 
  • Sewa kapal di tanjung Luar kisaran harga 600-750 ribu (tergantung banyaknya penumpang dan keahlian dalam menawar hehe..)
  • Hotel Bumi Aditya terletak tidak jauh dari pantai senggigi, rate harganya 250 ribu/ malam. Kamarnya tidak terlalu luas sih, tapi cukup bersih dan nyaman. Ada kolam renang yang cukup besar dengan air hangat.


Tha..200315..5 p.m.







Tuesday, March 17, 2015

Lombok..a Piece of Heaven (Part I)



Tanggal 5-9 Februari kemarin, saya dan beberapa orang teman akhirnya berhasil menginjakkan kaki di Lombok, destinasi yang sudah menjadi impian saya sejak lama. Sudah beberapa kali saya merencanakan untuk pergi ke sana, tapi berkali-kali gagal untuk berbagai alasan.

Tempat pertama yang kami kunjungi di Lombok adalah Desa Sade, desa kampung suku sasak paling tua di Lombok. Kebetulan desa Sade ini searah dengan hotel tempat kami menginap (bule homestay). Di desa Sade saya bisa melihat para perempuan sedang menenun kain tenun khas Lombok. Rumah-rumah yang beratapkan jerami dan dibersihkan dengan menggunakan kotoran kerbau. No wonder, sepanjang perjalanan saya di Lombok saya selalu melihat kerbau di mana-mana.

Setelah dari desa Sade, kami melanjutkan perjalanan ke hotel. Check in sebentar hanya untuk menaruh barang, kami tidak mau buang waktu dan melanjutkan perjalanan kami. Destinasi kami hari ini adalah Mawun, Tanjung Aan, dan Kuta Lombok. Awalnya kami ingin mengunjungi Selong Belanak juga, tapi karena sudah terlalu sore, penduduk sana mengingatkan kami untuk tidak pergi ke sana karena daerahnya cukup rawan dan banyak rampok.

Semua kelelahan kami terbayar ketika kami sampai di Mawun. Pantainya tenang, laut yang bersih dengan warna bergradasi biru yang indah, dan pasir lembut menyambut kami. Tanjung Aan juga hampir mirip dengan mawun, pantainya cukup tenang untuk kita bisa berenang atau hanya sekedar bersantai dan menikmati sunset.

take a deep breath, enjoy mawun :)

Sebelum gelap kami sudah melanjutkan perjalanan kembali pulang ke hotel. Ini baru hari pertama kami di Lombok dan saya sudah sangat kagum dengan keindahannya. Rasanya sudah tidak sabar menunggu besok dan melanjutkan petualangan kami di Lombok.

I love the sands..its like ground pepper :D


ada banyak anjing di sekitaran pantai mawun, tanjung Aan dan Kuta Lombok, tapi tenang mereka cukup friendly kok :)


with my travel mate (candid photo by : Martha)


(bagian kedua saya lanjutkan nanti yaa ^^ )

Notes :

  • Masuk ke desa Sade tidak dikenakan biaya tiket masuk, hanya ada kotak sumbangan yang diminta serelanya dari pengunjung. Biasanya ada penduduk yang menawarkan jadi guide di sana dan kita bisa memberikan tips secukupnya
  • Tidak ada tiket masuk di area pantai, hanya biaya parkir jika bawa kendaraan.
  • Bule homestay terletak di daerah Kuta Lombok. Rate harganya 250 ribu/ malam. Kamarnya luas banget, cukup untuk 3-4 orang. 
  • Sewa motor 70ribu/ motor dan saya tidak perlu repot mencari penyewaan motor karena disediakan juga di bule homestay.


 tha..180315..11 a.m.


Tuesday, January 13, 2015

Diskriminasi itu masih terjadi. Di sini.






 Ini tulisan pertama saya di tahun 20015, dan saya membahas tentang diskriminasi, are you kidding me, huh?? Saya tidak akan menulis tentang hal ini kalo sesuatu tidak ‘menggelitik’ saya hari ini. Sesuatu yang terjadi di tempat saya bekerja, terjadi di depan mata saya sendiri.

Ijinkan saya bercerita dulu gambarannya seperti apa. Saya bekerja di sebuah bank swasta, dengan aset nomor satu untuk kategorinya, memiliki banyak cabang dan tersebar di seluruh Jawa Barat. Karyawannya berjumlah ribuan, dan saya sebagai staff HRD tentunya setiap hari berkutat langsung mengurus ribuan karyawan ini.

Hebatnya, untuk ukuran perusahaan yang sudah berkembang seperti ini, pengambil keputusan masih dipegang oleh satu orang. Sang owner, sang pemilik kerajaan bisnis, sang raja yang tinggal mengeluarkan tongkatnya dan boom, anything can happen.

Seperti hari ini, beliau mengeluarkan aturan orang-orang di bagian operasional haruslah orang yang sipit-sipit (baca : keturunan tionghoa). Bukan sekali ini peraturan unik ini dibuat. Bahkan kenaikan jabatan di perusahaan saya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh suku apa dia atau agama apa dia.

Ternyata hal ini tidak terjadi di kantor saya saja. Beberapa teman juga menceritakan hal yang sama. Gaji kamu lebih besar kalau kamu cina-lah atau kamu naik pangkat kalo kamu Batak lah, dan berbagai jenis diskriminasi lainnya.

Lagi-lagi manusia mengkotak-kotakkan manusia. Apakah hanya karena kamu Jawa, atau Cina, atau Batak maka kamu memiliki nilai lebih tinggi? Apakah karena kamu beragama Islam atau Kristen atau Budha maka kamu mendapatkan fasilitas yang lebih dari yang lain, padahal hasil kerja kalian sama. Rasanya sangat tidak adil. Kita bahkan tidak bisa memilih dari keluarga mana kita berasal. Kita mungkin masih bisa memilih agama, masih bisa memilih pendidikan atau pekerjaan. Tapi suku dan ras? Memangnya saya bisa memilih supaya jadi orang Cina atau Jawa atau Batak?

Diskriminasi itu rupanya masih terjadi, di sini, saat ini, di depan mata kepala saya sendiri. Saat Hak Asasi Manusia sudah menjadi dasar hukum di banyak negara, saat seharusnya manusia dinilai karena karyanya, karena hasil pekerjaannya dan bukan sekedar penampilan luarnya. Diskriminasi itu masih terjadi di negara yang katanya menghargai indahnya perbedaan.   

Saat ini, diskriminasi memang masih menjadi issue yang biasa di banyak tempat. Tapi sebagai orang yang berpendidikan, semoga kita semua bisa memandang perbedaan dari sudut pandang yang berbeda. Manusia tidak perlu dikotak-kotakkan hanya karena perbedaan Suku, Agama atau Rasnya. Bukankah sejak lama kita tahu issue ini selalu saja yang menjadi masalah utama di negeri ini. Saya sendiri, sekolah tinggi karena saya mau belajar melihat indahnya perbedaan, menghargai perbedaan, dan mengembangkan kekuatan dari perbedaan itu. Bagaimana dengan kamu??


Tha..130115..10 p.m.