Ini tulisan pertama saya
di tahun 20015, dan saya membahas tentang diskriminasi, are you kidding me, huh?? Saya tidak akan menulis tentang hal ini
kalo sesuatu tidak ‘menggelitik’ saya
hari ini. Sesuatu yang terjadi di tempat saya bekerja, terjadi di depan mata
saya sendiri.
Ijinkan saya bercerita
dulu gambarannya seperti apa. Saya bekerja di sebuah bank swasta, dengan aset
nomor satu untuk kategorinya, memiliki banyak cabang dan tersebar di seluruh
Jawa Barat. Karyawannya berjumlah ribuan, dan saya sebagai staff HRD tentunya
setiap hari berkutat langsung mengurus ribuan karyawan ini.
Hebatnya, untuk ukuran
perusahaan yang sudah berkembang seperti ini, pengambil keputusan masih
dipegang oleh satu orang. Sang owner, sang pemilik kerajaan bisnis, sang raja
yang tinggal mengeluarkan tongkatnya dan boom,
anything can happen.
Seperti hari ini, beliau
mengeluarkan aturan orang-orang di bagian operasional haruslah orang yang
sipit-sipit (baca : keturunan tionghoa). Bukan sekali ini peraturan unik ini dibuat. Bahkan kenaikan jabatan
di perusahaan saya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh suku apa dia atau agama
apa dia.
Ternyata hal ini tidak
terjadi di kantor saya saja. Beberapa teman juga menceritakan hal yang sama.
Gaji kamu lebih besar kalau kamu cina-lah atau kamu naik pangkat kalo kamu
Batak lah, dan berbagai jenis diskriminasi lainnya.
Lagi-lagi manusia
mengkotak-kotakkan manusia. Apakah hanya karena kamu Jawa, atau Cina, atau
Batak maka kamu memiliki nilai lebih tinggi? Apakah karena kamu beragama Islam
atau Kristen atau Budha maka kamu mendapatkan fasilitas yang lebih dari yang
lain, padahal hasil kerja kalian sama. Rasanya sangat tidak adil. Kita bahkan
tidak bisa memilih dari keluarga mana kita berasal. Kita mungkin masih bisa
memilih agama, masih bisa memilih pendidikan atau pekerjaan. Tapi suku dan ras?
Memangnya saya bisa memilih supaya jadi orang Cina atau Jawa atau Batak?
Diskriminasi itu rupanya
masih terjadi, di sini, saat ini, di depan mata kepala saya sendiri. Saat Hak
Asasi Manusia sudah menjadi dasar hukum di banyak negara, saat seharusnya
manusia dinilai karena karyanya, karena hasil pekerjaannya dan bukan sekedar
penampilan luarnya. Diskriminasi itu masih terjadi di negara yang katanya
menghargai indahnya perbedaan.
Saat ini, diskriminasi memang
masih menjadi issue yang biasa di banyak tempat. Tapi sebagai orang yang
berpendidikan, semoga kita semua bisa memandang perbedaan dari sudut pandang
yang berbeda. Manusia tidak perlu dikotak-kotakkan hanya karena perbedaan Suku,
Agama atau Rasnya. Bukankah sejak lama kita tahu issue ini selalu saja yang
menjadi masalah utama di negeri ini. Saya sendiri, sekolah tinggi karena saya
mau belajar melihat indahnya perbedaan, menghargai perbedaan, dan mengembangkan
kekuatan dari perbedaan itu. Bagaimana dengan kamu??
Tha..130115..10
p.m.
No comments:
Post a Comment