Wednesday, July 24, 2013

Bekerja itu Harus Tulus




Pernahkah kamu berada dalam situasi dimana kamu nggak punya pilihan sama sekali selain menjalani apa yang ada di depan mata kamu. Situasi yang memaksa kamu berkata jalanin ajalah, mau gimana lagi. Just take it or leave it. Saya pernah dan untuk menghadapi situasi seperti ini, jawabannya hanya satu, tulus.

Hari ini, salah seorang teman meminta bantuan saya untuk bisa pindah bagian. Posisi saya di kantor sebagai staff HRD seharusnya memiliki wewenang untuk me-rolling staff, tapi kenyataannya birokrasi di kantor saya tidak semudah itu. Singkatnya sih, situasi tidak memungkinkan dia untuk pindah bagian, dan mau nggak mau harus menjalani tugas dari perusahaan. Jalanin atau go away.

Awalnya sih memang hanya soal perpindahan bagian, tapi kemudian melebar jadi masalah gajinya yang nggak sesuai lah, kerjaannya nggak enak, rekan kerja yang rese, dan semua keluhan-keluhan lainnya.

Bukan sekali ini saya mendengar dia mengeluh tentang pekerjaannya. Sebagai teman yang baik, saya berusaha mendengarkan dia, mendukung, dan memberi semangat. Tapi secara profesional sih saya tidak bisa begitu saja mengambil keputusan yang menguntungkan dia, hanya karena dia teman dekat saya. Ujung-ujungnya dia malah membawa saya dalam posisi yang nggak enak. Seakan-akan saya sebagai teman tidak berusaha membantu. Dan dia sukses membuat saya merasa nggak enak karena tidak bisa membantu dia.

Dalam hati saya sih maunya bilang gini, “Ya udah, kalau loe nggak suka sama kerjaan loe, ya resign aja, daripada tiap hari kerjaannya ngeluh mulu.” Atau “Yang kerjaannya berat kan bukan Cuma loe doang, stop ngeluh bisa nggak sih.” Tapi dengan alasan nggak tega dan saya tidak sekejam itu, jadinya kata-kata itu hanya bisa saya simpan sendiri.

Saya sudah hampir tiga tahun bekerja di perusahaan yang sama dengan teman saya tersebut. Tiga kali ganti bos, mulai dari bos yang mulutnya setajam silet, bos yang cuek banget, sampai bos yang suka ngasih kerjaan ekstra dan hobi banget nyuruh lembur. Kerja hampir dua belas jam tiap hari, dan nggak pernah bisa makan siang on time jam dua belas. Gaji naik turun bikin gaya hidup harus ikutan naik turun (antara irit dan bisa hedon kapan aja-red).
Tapi dari perjalanan karir saya selama ini, satu hal yang saya pelajari, bekerja itu harus tulus.

Kalau kita bekerja hanya karena upah yang besar, karir yang mapan, semua ini nggak akan ada ujungnya. Kita akan selalu merasa nggak puas dan melihat rumput tetangga lebih hijau. Endingnya, yang keluar dari mulut kita setiap hari keluhan, keluhan, dan keluhan. Memangnya mau setiap hari kerjanya ngeluh dan merasa unhappy? Saya sih nggak mau. Jadi karena saya nggak bisa merubah situasi kerja saya, yang saya ubah adalah pola pikir saya.

Seseorang pernah bilang sama saya begini, “Kalau kerja itu kita harus tulus, lakukan aja yang terbaik yang kita bisa. Jangan lakukan yang terbaik untuk bos kamu atau untuk perusahaan kamu, tapi lakukan yang terbaik minimal buat diri kamu sendiri dan buat Tuhan kamu.”

Pola pikir ini yang merubah saya. Ternyata kerja yang tulus itu nggak rugi sama sekali. Saya bisa menemui banyak hal di sekeliling saya yang bisa saya syukuri. Gaji mereka yang di luar sana mungkin lebih besar, tapi saya juga tidak pernah kekurangan. Saya bisa tetap tertawa dengan teman-teman, menertawakan kerjaan kami yang numpuk dan bos kami yang demanding. Dan pastinya sih, saya bisa lebih happy. Akhirnya kan, apa pun yang kita jalani harus bikin kita happy, kalau nggak happy, ya ngapain dijalanin :p




1 comment: