Tanggal 13
Februari kemarin saya akhirnya berkesempatan menonton film yang sudah lama saya
tunggu-tunggu, A Copy of My Mind. Ketertarikan saya pada film ini bukan hanya
karena para pemainnya, Chicco Jerikho (one of my favorite actor) dan Tara
Basro, tapi juga karena film ini sudah mengantongi banyak penghargaan baik
dalam maupun luar negeri.
Salah satu karya terbaik Joko Anwar ini menceritakan kisah
kehidupan dua anak manusia, Sari (Tara Basro) dan Alek (Chicco Jerikho) yang
terjebak dalam rutinitas dan kerasnya bertahan hidup di Jakarta. Sari adalah
seorang pegawai facial di sebuah salon. Sepulangnya kerja, Sari rutin
mengunjungi toko DVD bajakan dan membeli DVD yang akan dihabiskannya di kamar
kostnya yang kecil. Sementara itu Alek bekerja sebagai penerjemah untuk membuat
subtitle DVD bajakan. Selain itu
setiap malam Alek juga suka memasang taruhan untuk balapan liar.
Takdir akhirnya
mempertemukan Sari dan Alek. Mereka kemudian larut dalam keintiman, kemesraan,
dan saling jatuh cinta. Keadaan kemudian menyeret Sari pada konflik politik
yang sama sekali tidak Sari mengerti. Sari dan Alek kemudian dipaksa menghadapi
kenyataan pahitnya kehidupan sosial dan politik negeri ini.
A Copy of My
Mind menunjukan kepada kita masalah-masalah sosial dan politik yang terjadi di
Indonesia dengan cara yang lugas dan apa adanya. Melalui Sari dan Alek kita
juga diperlihatkan kehidupan nyata kaum pinggiran di Jakarta yang begitu
timpang dengan segala kondisi kemewahan dan glamornya Jakarta yang selama ini
dipertontonkan.
Akting yang
memukau dari Tara Basro sukses membawa saya menyelami jalan pikiran Sari yang
sederhana, sesederhana cita-citanya memiliki home theater untuk memuaskan
hobinya menonton film.
Sementara aktingnya Chicco Jerikho jelas tidak perlu diragukan lagi. Dalam 3
bulan terakhir ini saya sudah tiga kali menonton film yang dibintangi oleh
Chicco (Negeri Van Oranje, Aach Aku Jatuh Cinta dan A Copy of My Mind), dan
ketiganya dibawakan Chicco dengan sangat apik. Saya seperti melihat tiga orang
yang berbeda dengan karakternya masing-masing.
Chemistry antara
Chicco dan Tara juga terbangun dengan sangat kuat. Tidak perlu banyak kata-kata
gombal dan adegan romantis untuk menunjukan cinta yang terjalin di antara mereka. Bagian favorit saya adalah ketika Alek membantu
Sari menyebrang jalan, the way Alec hold
Sari’s hand looks simply romantic. Favorit saya yang lain adalah ketika
Alek dengan intens memperhatikan Sari dan menciumnya ketika dia sedang tidur.
Gesture-gesture sederhana dan intens di antara mereka semakin memperkuat
chemistry di film ini.
Tempo
film yang dibuat terkesan agak lamban di awal justru jauh dari kata membosankan
karena membawa kita semakin dekat dengan kehidupan nyata dari Sari dan Alek.
Ending yang tidak dapat ditebak pun menjadi khas dari Joko Anwar, membiarkan
kita sebagai penonton untuk berimajinasi sendiri dengan ending film ini.
No wonder kalau A Copy of My Mind meraih 7 nominasi pada
perhelatan Festival Film Indonesia 2015 yaitu film terbaik, Sutradara terbaik,
pemeran utama wanita terbaik, pemeran pendukung pria terbaik, pengarah
sinematografi terbaik, penata suara terbaik dan penata musik terbaik. A Copy of
My Mind membawa pulang 3 piala citra
untuk kategori Sutradara terbaik (Joko Anwar), Pemeran Utama Wanita Terbaik
(Tara Basro), dan penata suara terbaik (Hikmawan Santosa, Yusuf A Patawari).
Jadi
tunggu apa lagi? Film ini sangat recomended
untuk kamu nikmati.
Tha..140216..5 p.m