Setiap kali traveling saya biasanya akan menyusun itinerary dan
menentukan budget selama perjalanan. Mulai dari tiket, hotel, makan, sampai
biaya tidak terduga sudah saya perhitungkan agar biaya traveling tidak
membengkak. Sayangnya biasanya budgeting yang saya buat itu akan gagal total
alias membengkak ketika belanja oleh-oleh.
Saya sebenarnya bukan orang yang terlalu senang belanja kalau sedang
liburan. Karena saya tinggal di kota besar yang memiliki cukup banyak tempat
belanja mulai dari yang murah, yang unik, sampai yang harganya nggak masuk
akal, jadi ketika memang sedang ingin belanja, saya lebih memilih belanja di
kota asal saya, Bandung yang juga terkenal sebagai surganya belanja.
Bukan berarti saya anti belanja sama sekali sih kalau sedang
traveling. Sesekali saya suka juga kok membeli satu atau dua barang unik yang
kebetulan saya temui. Tapi kegiatan ini memang tidak pernah saya siapkan khusus
di itinerary perjalanan saya. Saya lebih suka berburu kuliner di suatu tempat
atau mengunjungi museum dan tempat unik ketimbang belanja.
Hanya saja belanja oleh-oleh sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa
dilupakan begitu saja. Mungkin memang sudah jadi budaya di antara kita setiap
kali ada teman yang pergi liburan, biasanya kita selalu komentar “Jangan lupa
oleh-oleh ya.” Masih mending kalau hanya basa-basi minta oleh-oleh, beberapa
orang yang saya kenal malah sengaja request
barang atau makanan tertentu dan sengaja menitipkan uangnya, yang artinya
saya nggak bisa ngeles dengan alasan apa pun untuk tidak membelikan titipan
oleh-oleh tersebut.
Rekor belanja oleh-oleh terbanyak yang pernah saya alami selama saya
traveling adalah waktu saya liburan ke Jogja tahun 2014. List titipan dan
daftar orang-orang yang rasanya wajib untuk dibawakan oleh-oleh (teman-teman
kantor yang sudah menggantikan saya selama cuti plus keluarga – ini jadi list
wajib dong ya) menghasilkan dua dus besar berisi bakpia, wingko, dan makanan
khas Jogja lainnya. Sampai-sampai harus minta bantuan porter di stasiun untuk
mengangkat bawaan saya saking banyaknya. Saya ke Jogja waktu itu karena
kebetulan ada tiket promo dan teman saya punya voucher hotel. Jadi setelah
dihitung-hitung biaya untuk belanja oleh-oleh malah jauh lebih besar daripada
biaya yang saya habiskan selama liburan. Miris.
Sebenarnya masalah utamanya bukan di harga atau uang yang harus saya
keluarkan untuk membeli oleh-oleh tersebut. Biarpun harga selalu mendapat
bottom line sih ya, tapi memberikan sesuatu termasuk oleh-oleh untuk orang
terdekat tidak pernah saya lupakan kok. Memberi rasanya menyenangkan terutama
ketika barang pemberian saya itu bisa terpakai dan disukai oleh sang penerima.
Tapi yang seringkali menjadi masalah adalah waktu dan kesulitan untuk membawa
oleh-oleh tersebut pulang.
Beberapa kali perjalanan saya harus mengunjungi pulau-pulau kecil yang
aksesnya harus melalui laut dengan menggunakan kapal kecil. Bawa tas sendiri
aja udah ribet, kebayang kan kalau harus ditambah oleh-oleh juga. Seperti
misalnya beberapa tahun lalu waktu saya mengunjungi nusa lembongan dan
ceningan. Awalnya rencana liburan saya hanya ke Bali. Teman-teman kantor taunya
saya liburan ke Bali. Segala macam titipan mulai dari kacang Bali, Pia legong,
baju joger sampai kain-kain sudah ada di list. Ternyata sampai Bali saya malah
diajak partner traveling saya mengunjungi nusa lembongan. Akses ke sana memang
tidak terlalu sulit tapi tetap saja harus menggunakan kapal dan menyeberang.
Ditambah lagi jadwal yang cukup padat, kejar-kejaran dengan jadwal pesawat
untuk pulang, alhasil list oleh-oleh pun tidak terbeli. Kemudian muncul rasa
tidak enak karena pulang liburan tapi nggak bawa oleh-oleh apa-apa. Rasa nggak
enak karena nggak bawa oleh-oleh malah jadi lebih besar ketimbang rasa ingin
memberi itu sendiri. Maafkan.
Jadi saya mulai dari diri saya sendiri. Kalau ada teman yang
berpergian, saya usahakan untuk tidak menitip oleh-oleh apa pun. Malah saya
suka wanti-wanti supaya tidak usah beli apa-apa. Daripada dibelikan gantungan kunci
yang kemudian lupa disimpan di mana atau kaos yang berakhir jadi baju tidur,
saya lebih suka mendengarkan cerita mereka yang pulang traveling, pergi ke mana
saja, dan melihat foto-foto mereka. Lumayan kan untuk jadi bahan referensi.
Kalau pun memang ada yang membawakan oleh-oleh, selama memang tidak merepotkan
ya tentunya akan tetap diterima dengan senang hati.
Jadi maafkan saya kalau setiap kali traveling tidak membawa banyak
oleh-oleh. Oleh-oleh saya berupa cerita, foto, catatan perjalanan dan informasi
yang biasa saya share di blog ini, mudah-mudahan lebih bermanfaat. Kalau pun ada yang
kepingin banget makanan khas daerah setempat yang biasanya jadi oleh-oleh,
sekarang kan jaman udah canggih, bisa belanja online kan ya? Hehehe..
Tha..221116..8 a.m.
hahah i feel you mit. Kayaknya kalau yang suka traveling akan lebih berfikir kaya gini. Oleh2 bukanlah hal yang wajib hihihi
ReplyDelete