Monday, November 21, 2016

Jangan Lupa Oleh-Oleh Ya..






Setiap kali traveling saya biasanya akan menyusun itinerary dan menentukan budget selama perjalanan. Mulai dari tiket, hotel, makan, sampai biaya tidak terduga sudah saya perhitungkan agar biaya traveling tidak membengkak. Sayangnya biasanya budgeting yang saya buat itu akan gagal total alias membengkak ketika belanja oleh-oleh.

Saya sebenarnya bukan orang yang terlalu senang belanja kalau sedang liburan. Karena saya tinggal di kota besar yang memiliki cukup banyak tempat belanja mulai dari yang murah, yang unik, sampai yang harganya nggak masuk akal, jadi ketika memang sedang ingin belanja, saya lebih memilih belanja di kota asal saya, Bandung yang juga terkenal sebagai surganya belanja.

Bukan berarti saya anti belanja sama sekali sih kalau sedang traveling. Sesekali saya suka juga kok membeli satu atau dua barang unik yang kebetulan saya temui. Tapi kegiatan ini memang tidak pernah saya siapkan khusus di itinerary perjalanan saya. Saya lebih suka berburu kuliner di suatu tempat atau mengunjungi museum dan tempat unik ketimbang belanja.

Hanya saja belanja oleh-oleh sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Mungkin memang sudah jadi budaya di antara kita setiap kali ada teman yang pergi liburan, biasanya kita selalu komentar “Jangan lupa oleh-oleh ya.” Masih mending kalau hanya basa-basi minta oleh-oleh, beberapa orang yang saya kenal malah sengaja request barang atau makanan tertentu dan sengaja menitipkan uangnya, yang artinya saya nggak bisa ngeles dengan alasan apa pun untuk tidak membelikan titipan oleh-oleh tersebut.

Rekor belanja oleh-oleh terbanyak yang pernah saya alami selama saya traveling adalah waktu saya liburan ke Jogja tahun 2014. List titipan dan daftar orang-orang yang rasanya wajib untuk dibawakan oleh-oleh (teman-teman kantor yang sudah menggantikan saya selama cuti plus keluarga – ini jadi list wajib dong ya) menghasilkan dua dus besar berisi bakpia, wingko, dan makanan khas Jogja lainnya. Sampai-sampai harus minta bantuan porter di stasiun untuk mengangkat bawaan saya saking banyaknya. Saya ke Jogja waktu itu karena kebetulan ada tiket promo dan teman saya punya voucher hotel. Jadi setelah dihitung-hitung biaya untuk belanja oleh-oleh malah jauh lebih besar daripada biaya yang saya habiskan selama liburan. Miris.

Sebenarnya masalah utamanya bukan di harga atau uang yang harus saya keluarkan untuk membeli oleh-oleh tersebut. Biarpun harga selalu mendapat bottom line sih ya, tapi memberikan sesuatu termasuk oleh-oleh untuk orang terdekat tidak pernah saya lupakan kok. Memberi rasanya menyenangkan terutama ketika barang pemberian saya itu bisa terpakai dan disukai oleh sang penerima. Tapi yang seringkali menjadi masalah adalah waktu dan kesulitan untuk membawa oleh-oleh tersebut pulang.

Beberapa kali perjalanan saya harus mengunjungi pulau-pulau kecil yang aksesnya harus melalui laut dengan menggunakan kapal kecil. Bawa tas sendiri aja udah ribet, kebayang kan kalau harus ditambah oleh-oleh juga. Seperti misalnya beberapa tahun lalu waktu saya mengunjungi nusa lembongan dan ceningan. Awalnya rencana liburan saya hanya ke Bali. Teman-teman kantor taunya saya liburan ke Bali. Segala macam titipan mulai dari kacang Bali, Pia legong, baju joger sampai kain-kain sudah ada di list. Ternyata sampai Bali saya malah diajak partner traveling saya mengunjungi nusa lembongan. Akses ke sana memang tidak terlalu sulit tapi tetap saja harus menggunakan kapal dan menyeberang. Ditambah lagi jadwal yang cukup padat, kejar-kejaran dengan jadwal pesawat untuk pulang, alhasil list oleh-oleh pun tidak terbeli. Kemudian muncul rasa tidak enak karena pulang liburan tapi nggak bawa oleh-oleh apa-apa. Rasa nggak enak karena nggak bawa oleh-oleh malah jadi lebih besar ketimbang rasa ingin memberi itu sendiri. Maafkan.

Jadi saya mulai dari diri saya sendiri. Kalau ada teman yang berpergian, saya usahakan untuk tidak menitip oleh-oleh apa pun. Malah saya suka wanti-wanti supaya tidak usah beli apa-apa. Daripada dibelikan gantungan kunci yang kemudian lupa disimpan di mana atau kaos yang berakhir jadi baju tidur, saya lebih suka mendengarkan cerita mereka yang pulang traveling, pergi ke mana saja, dan melihat foto-foto mereka. Lumayan kan untuk jadi bahan referensi. Kalau pun memang ada yang membawakan oleh-oleh, selama memang tidak merepotkan ya tentunya akan tetap diterima dengan senang hati.

Jadi maafkan saya kalau setiap kali traveling tidak membawa banyak oleh-oleh. Oleh-oleh saya berupa cerita, foto, catatan perjalanan dan informasi yang biasa saya share di blog ini, mudah-mudahan lebih bermanfaat. Kalau pun ada yang kepingin banget makanan khas daerah setempat yang biasanya jadi oleh-oleh, sekarang kan jaman udah canggih, bisa belanja online kan ya? Hehehe..

Tha..221116..8 a.m.
               


1 comment:

  1. hahah i feel you mit. Kayaknya kalau yang suka traveling akan lebih berfikir kaya gini. Oleh2 bukanlah hal yang wajib hihihi

    ReplyDelete