Danau Kelimutu yang pernah jadi gambar di uang pecahan lima ribu rupiah edisi lama
menjadi salah satu bucket list tempat
yang ingin saya kunjungi. Beruntung, ketika melakukan perjalanan #exploreflores
beberapa waktu yang lalu, impian saya untuk jalan-jalan ke Danau Kelimutu
akhirnya terwujud.
Melawan rasa dingin yang menusuk, mengabaikan kaki yang masih lelah
setelah perjalanan panjang sebelumnya, saya pun bersiap untuk menyambut
matahari terbit di Danau Kelimutu.
Keunikan Danau Kelimutu
Danau Kelimutu atau yang dikenal juga dengan sebutan Danau Tiga Warna,
terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Disebut Danau Tiga
Warna karena Danau ini memiliki tiga warna yang berbeda. Waktu saya ke sana, Danau
Kelimutu sedang berwarna hijau tosca, hijau tua, dan hitam pekat. Konon katanya
warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Ada yang
bilang warna danau mencerminkan kondisi negara kita, Indonesia. Jika berwarna
merah berarti negara kita sedang dalam masalah. Namun jika berwarna biru,
negara kita sedang dalam kondisi yang stabil.
Berdasarkan penjelasan ilmiah, warna di Danau Kelimutu yang
berubah-ubah ini dipengaruhi oleh kandungan mineral, pengaruh bebatuan, lumut
di dalam kawah, dan cahaya matahari. Sementara itu, suku Lio di Flores percaya
bahwa Danau Kelimutu merupakan tempat persemayaman terakhir dari jiwa-jiwa yang
sudah meninggal.
Rute menuju Danau Kelimutu
Dari Jakarta kita bisa menggunakan penerbangan terlebih dahulu ke
Kupang, ibukota propinsi Nusa Tenggara Timur (Bandara El Tari) kemudian
dilanjutkan dengan penerbangan ke Ende (Bandara H Hasan Aroeboesman). Setibanya
di Ende, perjalanan dilanjutkan bisa dengan menggunakan angkutan umum berupa
taksi avanza, minibus, atau ojek menuju Moni. Desa Moni merupakan desa terdekat
dengan Danau Kelimutu. Jangan kaget ketika sampai di Ende, kita akan disambut
oleh penduduk lokal yang menawarkan jasanya untuk mengantar kita ke Moni.
Tinggal pilih-pilih yang paling nyaman dan sesuai budget ya. Saya menggunakan
taksi avanza dengan biaya Rp. 150.000,- sekali jalan. Siap-siap juga menikmati
perjalanan Ende-Kelimutu yang berkelok-kelok dan curam. Pemandangan tebing-tebing,
jurang, dan hutan akan kita lihat sepanjang jalan.
Sedikit Cerita Perjalanan ke Danau Kelimutu
Ada beberapa pilihan untuk mengejar sunrise di Danau Kelimutu. Pilihan
pertama adalah menginap di Ende dan menyewa mobil langsung ke Danau Kelimutu.
Ini berarti kkita harus berangkat dari Ende sekitar jam 1 pagi. Pilihan kedua
adalah menginap di Moni. Butuh waktu sekitar 30 menit berkendara dari Moni
menuju pintu masuk pendakian Taman Nasional Kelimutu. Sudah ada banyak homestay dan penginapan di Moni dengan
harga yang relatif terjangkau. Dari Moni kita bisa sewa motor, sewa mobil, atau
naik ojek menuju Danau Kelimutu.
Saya memilih alternatif yang kedua untuk menghemat waktu. Sehari
sebelumnya saya menginap di Christin Lodge, di Moni seharga Rp. 200.000,-
/malam. Sekitar pukul 3 pagi, saya sudah bersiap-siap untuk memulai perjalanan
ke Danau Kelimutu. Dengan bantuan Bapak pemilik penginapan, yang juga
mengantarkan saya dari Ende ke Moni, saya cukup membayar Rp. 150.000,- untuk PP
Moni-Kelimutu dengan menggunakan mobil.
Sesampainya di pintu masuk, kita perlu membayar HTM Rp. 5000/ orang
untuk wisatawan lokal. Jarak tempuh menuju puncak sekitar 2 KM atau sekitar 30
menit berjalan kaki. Waktu saya ke sana tidak ada guide lokal yang menemani.
Untungnya ketika saya datang ada beberapa turis asing yang juga akan mengejar sunrise, jadi kami pergi bersama
berbekal senter kecil dan cahaya dari HP masing-masing. Jalur menuju puncak
juga tidak sulit. Jalannya sudah baik dengan papan-papan petunjuk jalan yang
jelas.
Danau yang pertama kita jumpai adalah Tiwu Ata Polo, danau yang diyakini tempat berkumpulnya jiwa-jiwa
orang yang telah meninggal dan selama ia hidup melakukan kejahatan/ tenung.
Selanjutnya ada Danau Tiwu Nuwa Muri Koo
Fai merupakan tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Yang
ketiga adalah Danau Tiwu Ata Mbupu merupakan
tempat berkumpulnya roh-roh leluhur atau orang tua yang telah meninggal. Setiap
tahunnya di Danau Kelimutu diadakan ritual adat Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata yaitu ritual untuk mengucap syukur atas
tahun yang telah dilewati dan memohon berkat untuk tahun yang akan datang.
Sambil menunggu matahari terbit, kita bisa menyeruput secangkir kopi
atau minuman hangat lainnya yang banyak dijual penduduk setempat di area
sekitar danau. Dengan harap-harap cemas, saya menunggu matahari menampakkan
wajahnya. Namun sayang, pagi itu agak mendung, sang surya pun tertutup awan dan
kabut masih menyelimuti Danau Kelimut. Saya hampir saja kecewa. Tapi rupanya
setiap langkah yang membawa saya ke Danau Kelimutu tidak sia-sia. Perlahan semburat
jingga mulai terlihat di langit. Kabut tipis pun hilang dan memperlihatkan
kemilau danau yang memantulkan cahaya mentari. Sang Surya telah menyapa dan
memberi rasa hangat hingga ke hati, menyajikan pemandangan Danau Tiga Warna
yang mempesona.
Selamat Pagi Kelimutu! Selamat Pagi Indonesia!
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Travel Blogger Contest yang diadakan oleh www.sumber.com
No comments:
Post a Comment